Mengenai Saya

Foto saya
Depok, White Town, Christmas Island
Manusia Biasa

Kamis, 24 September 2009

PENGARUH MEDIA TERHADAP KEMAMPUAN MASYARAKAT

PENGARUH MEDIA TERHADAP KEMAMPUAN MASYARAKAT ∗
Oleh Ashadi Siregar
( 1 )
Pada saat kita membicarakan pengaruh media komunikasi, dengan sendirinya
dapat dilihat dari fungsi komunikasi itu. Ini dapat ditunjukkan oleh makna informasi bagi
masyarakat. Kebermaknaan informasi dapat dilihat sejauh mana ia dapat memenuhi fungsi
edukasi, persuasi, penerangan, dan hiburan. Informasi bermakna untuk edukasi jika dapat
memberikan gambaran yang dapat digunakan dalam jangka panjang (pendidikan) ataupun
jangka pendek (pengajaran). Informasi edukasi bertitik berat pada diri sasaran komunikasi,
untuk menjadikannya ke tahapan yang lebih ideal baik secara sosial maupun kemanusiaan.
Persuasi akan memberikan gambaran apa yang sebaiknya dilakukan dalam berbagai pilihan
keputusan. Informasi ini disampaikan seolah-olah kepentingan sasaran komunikasi, tetapi
sebenarnya bertitik berat pada kepentingan komunikator, dapat berupa kepentingan politik,
sosial, atau ekonomi. Informasi penerangan akan memberikan situasi aktual agar dapat
menempatkan posisinya dalam lingkungan. Biasa juga disebut informasi yang menjadikan
khalayak "well-informed" akan lingkungannya, sehingga informasi yang berasal dari
lingkungan itu dapat digunakannya dalam kehidupan. Ketiga hal diatas akan membawa
pemakainya untuk masuk ke dalam dunia nyata lingkungannya. Sebaliknya informasi
hiburan akan memberikan dunia alternatif yang berada dalam dunia dirinya sendiri.
Pengaruh media komunikasi yang terjadi dalam masyarakat ditentukan oleh fungsi
media yang dijalankan. Tetapi sebelumnya, yang mendasari seluruh kegiatan komunikasi
adalah maksud/intensi (intention) yang bertolak dari kepentingan komunikator. Adapun
intensi ini selamanya berkaitan erat dengan paradigma yang dianut oleh penyelenggara
media tersebut.
Selama Orde Baru, paradigma komunikasi berada pada posisi sub-ordinasi pada
paradigma yang dijalankan oleh rezim negara yang mengasosiasikan keberadaannya
sebagai birokrasi pembangunan. Ini dapat dipahami, jika diingat bahwa komunikasi dalam
paradigma otoritarian ditinjau dari posisinya adalah sebagai suatu subsistem dalam sistem
nasional. Jika dikaitkan dengan pembangunan, paradigma yang mendasari kegiatan
komunikasi, baik komunikasi massa maupun komunikasi sosial di suatu negara pada
dasarnya ditentukan oleh paradigma pembangunan yang berlaku di negara tersebut.
Berbagai paradigma komunikasi dapat ditarik kesejajarannya dengan paradigma
pembangunan. Hal yang menonjol adalah, jika dalam pembangunan dikenal model
pertumbuhan GNP dan bersifat "top-down", diikuti strategi pembangunan "trickle down"
dan seterusnya, dalam lapangan komunikasi hal yang analog juga dapat dijumpai.
Komunikasi yang bertolak dari anutan sikap dalam melihat (paradigma) "topdown"
akan bersifat searah, lebih bertitik berat pada kepentingan dari atas. Dengan
paradigma semacam ini dikenal model komunikasi hypodermik, yang memandang
khalayak sebagai sasaran yang pasif. Ini membawa implikasi sehingga informasi yang
dominan dalam masyarakat adalah yang bersifat persuasif. Khalayak menjadi sasaran bagi
kepentingan komunikator ataupun pihak yang menguasai subsistem komunikasi dalam
struktur sosial. Intensi komunikasi dari paradigma ini bertolak dari anggapan bahwa
segala informasi yang berasal dari atas lebih penting ketimbang informasi yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan.
( 2 )
∗ Bahan ceramah untuk Pendidikan dan Latihan Calon Wartawan Harian Kompas, DIKLAT
KEWARTAWANAN SURATKABAR HARIAN KOMPAS, Jakarta 5 April 2001
2
Jika sekarang dibicarakan pengaruh komunikasi terhadap masyarakat, agaknya
akan lebih tepat untuk meninjau arus informasi yang berlangsung. Dari keempat fungsi
komunikasi yang disebutkan di atas, berbagai media yang dalam masyarakat memberikan
penekanan yang berbeda-beda. Sekadar matriks dibawah mungkin dapat menggambarkan
perbedaan tersebut:
INFORMASI PERS CETAK PENYIARAN INTERNET
INFORMING XXXX XX XXXX
EDUKASI XX X X
PERSUASI X XXX XXX
HIBURAN X XXXX XX
Keterangan: X = Pengutamaan informasi
Dengan matriks di atas ingin ditunjukkan sifat-sifat media dalam menyampaikan
informasi. Pengutamaan atau penekanan salah satu fungsi informasi oleh suatu media
bukan berarti sama sekali tidak menyiarkan informasi lainnya. Suratkabar dan majalah
mengutamakan fungsi informing (penerangan), dengan memberikan informasi yang
bersifat faktual, walaupun tetap juga menyampaikan informasi persuasi ataupun hiburan.
Begitu pula radio dan televisi, memang juga menyampaikan informasi faktual. Tetapi
dalam konteks Indonesia, fungsi informing ini kurang diutamakan kecuali media radio atau
televisi yang mengkhususkan penyiaran berita.
Berbagai media menerpakan informasi kepada masyarakat. Apakah keempat
macam informasi itu dapat sampai kepada masyarakat ? Secara kasar kiranya dapat
dibayangkan bahwa yang lebih berperan ke dalam masyarakat adalah media penyiaran.
Cakupan wilayah yang dapat dijangkau oleh media elektronik (TV-pemerintah dan swasta,
Radio-pemerintah dan swasta) jauh lebih luas dibanding dengan suratkabar/majalah dan
internet.
( 3 )
Dengan luasnya penyebaran media penyiaran ke masyarakat, masalahnya sekarang
bagaimana fungsi sesungguhnya? Dari sisi khalayak, media elektronik berfungsi hiburan.
Dari sisi pengelola media, menjalankan fungsi persuasi. Karenanya terpaan informasi yang
tiba pada mereka bersifat ekstrim. Di satu pihak membawa ke dalam dunia subyektif
(hiburan), pada pihak lain dibawa ke dalam dunia makro struktur negara yang tidak ada
kaitannya langsung dengan kepentingan dirinya (persuasi politik), atau pun kepada
kepentingan ekonomi pasar (persuasi ekonomi).
Persuasi ekonomi, terutama sangat gencar dilancarkan oleh media penyiaran.
Informasi semacam ini ada yang berupa petunjuk bagi khalayak untuk memenuhi
kebutuhannya, tetapi ada pula berupa upaya untuk mengubah kebutuhan menjadi
keinginan. Kebutuhan selamanya bersifat mendasar dan rasional. Kualitas dan kuantitas
kebutuhan manusia berubah sesuai dengan perkembangan kualitas dan kuantitas dirinya.
Dengan kata lain, kebutuhan dalam berbagai tingkatan, dipenuhi oleh manusia secara
bertingkat pula. Dimulai dari kebutuhan fisik , disusul dengan kebutuhan rasa aman dan
keselamatan, ikut dalam kehidupan sosial, harga diri, dan sampai pada tingkat
pengaktualisasian diri. Pemenuhan kebutuhan ini secara alamiah dilakukan dengan
bertahap. Setelah terpenuhi kebutuhan fisik, orang akan berusaha memenuhi kebutuhan
akan keamanan dan keselamatan, begitu seterusnya. Orang memerlukan informasi setiap
kali bermaksud memenuhi kebutuhannya. Manakala semakin tinggi kualitas dan kuantitas
manusia maka variasi kebutuhan semakin kompleks, sehingga informasi itu semakin
beragam.
Dalam kompleksitas kualitas dan kuantitas manusia yang disertai dengan
kebutuhannya itu, produsen tidak lagi hanya sekadar menunjukkan apa dan dimana produk
dapat diperoleh agar orang dapat memenuhi kebutuhannya. Tetapi lebih jauh dengan
3
memanipulasi kecenderungan orang agar motivasi membeli tidak bertolak dari kebutuhan
nyata, tetapi bertolak dari keinginan. Inilah yang mendominasi persuasi ekonomi terutama
melalui radio-radio swasta. Perbedaan pokok antara kebutuhan dengan keinginan adalah
dari rasionalitas dan irasionalitas yang mendasari tindakan. Membeli obat sakit kepala pada
waktu sakit kepala, itu rasional. Membeli obat tertentu karena percaya bahwa menelan satu
butir tablet langsung sembuh, tentulah irasional. Umumnya persuasi ekonomi bersifat
irasional semacam inilah yang meramaikan materi komersial televisi dan radio.
Pesan persuasi yang bersifat searah dan "top-down", selamanya mengandung
makna yang memiliki konteks di luar kehidupan langsung khalayak sasaran. Persuasi
politik/pembangunan misalnya, tak lain dari ide-ide yang berasal dari luar kehidupan yang
akan diwujudkan dalam kehidupan khalayak. Kalaupun ada ditampilkan kehidupan,
terkesan bersifat artifisial, dibuat-buat karena harus sesuai dengan kepentingan dan ide
yang bersifat sentralistis dari produsen. Demikianlah masyarakat dipengaruhi untuk selalu
keluar dari kehidupan nyatanya, agar terbawa ke dalam mekanisme yang bersifat struktural
kendati tak ada hubungan dengan kepentingannya.
Persuasi ekonomi yang memiliki konteks pada kepentingan produsen
menumbuhkan irasionalitas dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan yang harus
dipenuhi dengan jalan membeli produk yang berasal dari luar lingkungan khalayak,
menyebabkan lenyapnya kearifan untuk menggunakan produk lingkungan sendiri. Makna
pesan persuasi ekonomi selamanya memiliki konteks di luar kehidupan, dalam hal ini
kepentingan lingkungan industrial yang tidak ada hubungan dengan kepentingan khalayak.
Pola komunikasi persuasi yang determinan akan menkondisikan khalayak untuk
kehilangan jatidirinya, sehingga setiap kepentingannya harus diukur melalui kepentingan
global maupun pihak lain. Ditimpali pula dengan fungsi hiburan yang diambil dari media,
semakin lengkap khalayak untuk lepas dari lingkungan dunia nyatanya. Informasi hiburan
menyurutkan sasarannya dari lingkungan dunia nyata (faktual), untuk masuk ke
lingkungan dunia yang tidak nyata (fiksi). Informasi hiburan ada yang semata-mata
tontonan yang terlepas dari lingkungan dunia nyata, semacam olahraga dan sirkus, dan
lainnya ada yang meskipun bersifat fiksi masih bersifat tuntunan yang memberikan dunia
alternatif lain bagi kehidupan nyata, semacam cerita.
Dari sini dapatlah dikatakan bahwa pengaruh komunikasi terjadi dalam sikap
konsumtivisme dalam politik dan ekonomi. Konsumtivisme dalam politik ditunjukkan
dengan ketergantungan semata-mata kepada ide atau gagasan yang bersifat global dan
berasal dari luar. Meskipun dalam kegiatan berbagai lembaga swadaya masyarakat lainnya,
ada upaya untuk membangun dengan pola "bottom-up" dan orientasi pada masyarakat
bawah ("grass roots").

Tidak ada komentar:

Posting Komentar